Advertisement
Muara Teweh – Pemkab Barito Utara melalui Dinas Kesehatan Barito Utara melaksanakan rapat koordinasi (Rakor) terkait penyusunan dokumen rencana kontijensi kesiapsiagaan dan ketahanan terhadap wabah penyakit infeksi Emerging Patogen Respiratory, di ruang rapat C Setda Barito Utara, Selasa (29/10/2024).
Dalam rapkor tersebut dihadiri Staf Ahli Bupati bidang Pemerintahan dan Kesra drg Dwi Agus Setijowati sekaligus membuka kegiatan, mewakili unsur FKPD, dr Rian Hermana dan Sarikasih Harefa dari Kementrian Kesehatan, Sekdis Kesehatan, mewakili kepala perangkat daerah dan undangan lainnya.
Pj Bupati Barito Utara Drs Muhlis dalam sambutannya yang disampaikan drg Dwi Agus Setijowati mengatakan pergeseran tren penyakit dari yang tadinya penyakit menular menjadi penyakit tidak menular sudah lama diprediksi akan terjadi dan saat ini sudah terjadi.
Menurutnya, perubahan gaya hidup dan mobilisasi yang begitu mudah menjadi salah satu pemicu tingginya kejadian penyakit tidak menular. Sekalipun angka kejadian penyakit tidak menular terus meningkat, namun ancaman terhadap penyakit menular menjadi lebih kompleks akibat adanya kemudahan akses mobilisasi.
“Dewasa ini, banyak negara yang menerapkan secara lebih komprehensif kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit lintas negara. Munculnya istilah penyakit infeksi emerging atau yang juga dikenal dengan emerging disease,” kata dia.
Dijelaskannya, penyakit infeksi emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam satu populasi, atau penyebarannya ke darah geografis yang baru (re-emerging infectious disease).
Lebih lanjut Dwi Agus mengatakan penyakit infeksi emerging dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, dan parasit. Di indonesia sendiri, Kemenkes RI telah menetapkan jenis penyakit, yang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia yaitu pes, kolera, meningitis meningokukus, yellow fever, hanta virus, sars (severe accute respiatory syndrome), avian influenza, cacar, ebola, japanese encephalitis, poliomielitis akut, anthrax, virus nipah, flu burung, dll yang terbaru adalah covid-19.
Diungkapkannya, Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam oleh Presiden pada 13 April 2020 melalui Keppres RI nomor 12 tahun 2020. Status pandemi Covid-19 itu kemudian dicabut dan berubah menjadi endemi pada 21 Juni 2023 oleh Presiden.
Jumlah kematian dan kesakitan yang besar, baik di indonesia maupun di seluruh dunia, terutama disebabkan ketidak-siapan negara-negara dalam menghadapi ancaman Covid-19, yang merupakan kasus atau penyakit baru.
“Untuk Kabupaten Barito Utara kasus Covid-19 terkonfirmasi sebanyak 1.938 kasus, sembuh sebanyak 1.888 dan meninggal 50 jiwa. Sedangkan kasus-kasus penyakit emerging lainnya masih belum ditemukan di Kabupaten Barito Utara,” katanya.
Dwi Agus mengatakan belajar dari pandemi Covid-19, sangat disadari pentingnya rencana kontinjensi dalam menghadapi kemungkinan terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) baik pandemi ini, maupun kemungkinan epidemi atau KKM lainnya.
Untuk dapat mengantisipasi peningkatan kasus baru tersebut dibutuhkan upaya yang cepat, tepat, akurat, efektif dan efisien dalam penanggulangannya.
“Kami berharap dengan rapat koordinasi ini akan menghasilkan sebuah komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana, tentunya kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan ketahanan terhadap penyakit infeksi emerging respiratory dengan menyusun dokumen rencana kontinjensi penanggulangan wabah penyakit infeksi emerging respiratory di daerah ini,” kata Staf Ahli Bupati mengahiri sambutan Pj Bupati.(Angf/tim)